Langsung ke konten utama

Alternativisme

Di antara kubu-kubu kanan-kiri filsafat dari berbagai filsuf dunia seperti Socrates, Tan Malaka, Abdul Hadi dan sebagainya-- paham Alternativisme masih bisa dibilang "pendatang baru". Ia hadir menyuguhkan dirinya yang lain (bukan sebagai karya "ilmiah" namun "meng-ilmiah-kan" karya-karya yang diragukan), salah satunya dengan jalur seperti Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh karangan Dewi "Dee" Lestari atau Emil's Mentation karangan saya.

Berbicara soal Emil's Mentation, mungkin para pembaca jadi bertanya-tanya "Buku apa itu?", atau "Sudah dicari di toko, tapi kok nggak ada?" jawabannya bisa dijawab kalau anda sudah berkenalan dengan saya, langsung atau tak langsung.

Singkat kata, Alternativisme adalah jalan baru dalam manusia memandang kehidupan. Orang yang awalnya melihat ke bawah sebagai tumpukan tanah, akan mendapat inspirasi kalau tanah yang dilihatnya memiliki sekian ribu rahasia yang takkan pernah terkuak sampai ia menyaksikan sendiri di "waktu yang sudah ditetapkan".

Dan, orang yang mendengar kata " Alternativisme" barangkali akan mendapat sebuah persepsi kalau kata ini adalah suatu isme dari "alternatif". Tidak tepat, namun tidak juga bisa disalahkan.

Alternativisme lebih kepada kondisi dimana sebuah tulisan menjadi alat "pembela" dari sebuah "persepsi", persepsi dari kaum minoritas sebab paham ini dibangun setelah paham-paham pembela kaum tertindas lainnya dirubuhkan oleh yang berkepentingan dengan hawa nafsu metropolis seperti Kapitalis, Kolonialis, Imperialis atau yang lainnya, yang bersembunyi di balik para imam masjid maupun Paus Roma. Alternativisme juga memiliki tujuan agar manusia tidak berpuas diri dengan apa yang diyakininya.

Penganutnya memiliki satu sifat yang terbilang wajar: peragu.

Segitu saja dulu tentang Alternativisme, tema ini akan saya lanjutkan lagi kapan-kapan.

Sampai jumpa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kereta Hujan

Pemain: Seorang Penumpang dengan Tas Jinjing di Tangan, ia duduk di depan Kamu saat di kereta api. (Diperankan oleh Emil Reza Maulana) "Pak Bambang" masinis tua berkacamata hitam dan berjambang serta kumis yang membuatnya dipanggil begitu. (Diperankan oleh Reza Rahadian) Kamu, seorang penumpang perempuan yang duduk di depan kursi Seorang Penumpang dengan Tas Jinjing di Tangannya. (Diperankan oleh Jannine Weigel) Rawan, seorang laki-laki berusia 50-60an, mengenakan pakaian Jendral Soedirman (diperankan oleh Iwan Fals) START: SOUND. Suara hujan berderai. EXT. Sebuah stasiun kereta di salah satu kota terpencil di Indonesia, hujan turun lebat. SOUND Suara orang-orang saling mengobrol. EXT. (Teras stasiun) Sebagian kecil orang memakai mantel dengan warna mencolok yang mengilap karena basah, sebagian besar memakai jaket berwarna gelap. Jam dinding menunjukkan pukul 16 lewat 45. SOUND. Suara sepatu melangkah cepat di lantai semen CLOSE UP. (Lantai teras stasiun) Sepasan...

Buku-buku yang Menggoda: Seorang Kuli Bangunan

Ibu pernah berkata, bahwa Jodie Foster itu sama dengan Nurul Arifin. Setiap filmnya bagus-bagus. Mereka memang pandai bermain peran. Catat. Bukan berakting. Catat. Bukan berbohong. *** Buku-buku itu juga sama," kata ibu. Atau ayah. Atau paman yang kolektor buku. Adik tiri ibu. Mereka semua berkata begitu. *** Paman yang kolektor buku, berkata "Setiap buku harus dijaga, kalau perlu disimpan kembali ke lemari. Museum? Bisa jadi, bisa juga jika: setiap buku yang bertanda-tangan penulisnya, dilelang." Maka aku pun menjaga buku-buku supaya tidak rusak. Namun tanganku kapalan, akulah kuli bangunan yang disebutkan di judul itu. Tiap-tiap pekerjaanku berat. Tak ada yang sanggup di antara keluarga kami. Kata ibu, waktu aku kecil, orang yang disebut adik tiri ibu itu pernah, menemukanku, di suatu tempat. Lebam sana-lebam sini. Biru-membiru-ungu. Tidak. Tidak terlalu ungu. Namun biru. Orang-orang mulai menghebohkanku....

Komik Indonesia

Malam ini aku terpukul sekali, berita ini aku sebarkan karena perasaan bersalah tersebut. Sedih sekali aku, karena hal yang kulakukan ini betapa kelewatan dan sangat tega. Aku menganggap bahwa komik Indonesia hanya berbentuk tiruan kartun atau realis-superhero Amerika atau Jepang, sambil mengingat-ingat Hasmi, R.A Kosasih, Sweta Kartika sambil menyebut-nyebut kalau banyak sekali orang yang bekerja untuk industri komik luar. Aku yang punya alasan utama dalam mengundur kelulusan SMP-ku, yang habis tiga tahun untuk menelusuri dan memproses penciptaan komik asli yang benar-benar khas Indonesia (ditambah ditahan satu tahun sama bu Kepala Sekolah dengan alasan bahwa harus mendewasakan diri, lalu satu tahun dengan hasil ujian IPS yang rendah). Lalu seorang teman di tempat tinggalku di Kulonprogo, yang sedang menempuh pendidikan S2 Penciptaan Videografi ISI Yogyakarta, yang tetap memiliki minat besar kepada seni rupa-- melarangku jadi orang jahat. Jahat karena aku membuat coretan tentang komik...