Di antara kubu-kubu kanan-kiri filsafat dari berbagai filsuf dunia seperti Socrates, Tan Malaka, Abdul Hadi dan sebagainya-- paham Alternativisme masih bisa dibilang "pendatang baru". Ia hadir menyuguhkan dirinya yang lain (bukan sebagai karya "ilmiah" namun "meng-ilmiah-kan" karya-karya yang diragukan), salah satunya dengan jalur seperti Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh karangan Dewi "Dee" Lestari atau Emil's Mentation karangan saya.
Berbicara soal Emil's Mentation, mungkin para pembaca jadi bertanya-tanya "Buku apa itu?", atau "Sudah dicari di toko, tapi kok nggak ada?" jawabannya bisa dijawab kalau anda sudah berkenalan dengan saya, langsung atau tak langsung.
Singkat kata, Alternativisme adalah jalan baru dalam manusia memandang kehidupan. Orang yang awalnya melihat ke bawah sebagai tumpukan tanah, akan mendapat inspirasi kalau tanah yang dilihatnya memiliki sekian ribu rahasia yang takkan pernah terkuak sampai ia menyaksikan sendiri di "waktu yang sudah ditetapkan".
Dan, orang yang mendengar kata " Alternativisme" barangkali akan mendapat sebuah persepsi kalau kata ini adalah suatu isme dari "alternatif". Tidak tepat, namun tidak juga bisa disalahkan.
Alternativisme lebih kepada kondisi dimana sebuah tulisan menjadi alat "pembela" dari sebuah "persepsi", persepsi dari kaum minoritas sebab paham ini dibangun setelah paham-paham pembela kaum tertindas lainnya dirubuhkan oleh yang berkepentingan dengan hawa nafsu metropolis seperti Kapitalis, Kolonialis, Imperialis atau yang lainnya, yang bersembunyi di balik para imam masjid maupun Paus Roma. Alternativisme juga memiliki tujuan agar manusia tidak berpuas diri dengan apa yang diyakininya.
Penganutnya memiliki satu sifat yang terbilang wajar: peragu.
Segitu saja dulu tentang Alternativisme, tema ini akan saya lanjutkan lagi kapan-kapan.
Sampai jumpa.
Komentar
Posting Komentar