Langsung ke konten utama

Then Like That, Westren Appreciate: Sebuah Catatan Dedi Rimbo

Minangkabau adalah dunia makna dan kerajaan khayal. Dan ekspresi merupakan salah satu metode penyampaian "sign" yang akan menjadi simbol untuk dimaknai.

Ekspresi.., dialah cara atau "caro" dalam istilah orang minang. Caro sendiri adalah ekspresi dari adat yang ternyata diadatkan secara turun temurun. Semisal "bukan perpisahan yang kutangisi, tapi 'caro'-nyo ndak lamak". Maknanya adalah seseorang tersebut tidak tangguh dan tidak mempersoalkan " perpisahan", akan tetapi memperkarakan tentang CARA berpisah.

Begitu juga tentang apresiasi, jika ditelusur dari kehidupan orang Minang yang lebih mengandalkan bahasa tutur ketimbang prasasti atau tulisan, apresiasi disampaikan dengan berbagai ekspresi dan menggunakan simbol atau CARA yang beragam. "Mengata-ngatai" karya seseorang bukan berarti menghina karya tersebut, melainkan sebuah simbol apresiasi terhadap karya tersebut, dan bahkan meyakini dengan sangat bahwa yang bersangkutan mampu dan berpotensi membuat karya jauh lebih baik dari karyanya sekarang.

Orang minang "melarang" seseorang mepakukan sebuah pekerjaan yang merugikan dengan berkata "bisuak ulangi baliak yoh.." (besok kamu ulangi lagi-pekerjaan yang merugikan itu ya..). Makna pesan yang disampaikan adalah bahwa jangan pernah ulangi lagi pekerjaa yang merugikan tersebut, seperti yang kamu lakukan tadi.

"Cumeeh", hampir dekat artinya dengan cemooh, walaupun tidak persis. Cumeeh merupakan salah satu interpretasi dari egalitarianisme masyarakat Minangkabau. Mereka bebas mengkritisi karya atau hasil kerja orang lain, bahkan dengan cara men-" cumeeh", dan tidak ada hukum untuk tindakan cumeeh. Cumeeh adalah respon keterusterangan dan pada hakekatnya tetap mengapresiasi dan meyakini bahwa si "aktor" yang di cumeeh-i berpotensi dan mampu berbuat jauh lebih baik dari karya atau hasil kerjanya hari ini.

Bagi kalangan yang kurang mampu menangkap dan memaknai "caro" orang Minangkabau dalam mengapresiasi akan menjadi "tasuruak kapalo labi" atau patah arang, dan bahkan mungkin akan berhenti berkarya.

Di sisi lain, bagi orang Minangkabau, cumeeh pada hakekatnya adalah proses SELEKSI para aktor yang akan berkarya. Jika aktor tersebut mampu memaknai cumeeh sebagai apresiasi, maka niscaya dia akan melahirkan mahakarya yang lebih baik. Namun jika gagal memaknai cumeeh sebagai sebuah apresiasi, maka aktor tersebut ternyata bukan tunas unggul yang akan menjadi orang besar.,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesian People (an etnographic novel)

Indonesian People (an etnographic novel) Emil Reza Maulana Dedicated for Gadis Siput Contents 1.    The 2.    After Word 3.    Is Going On     1. The , If you're disappear from me, it will make a sad for sure. But. If I disappear from this world, who will be sad for me? I’m always thinking about that. Although I still shame to writing this letter, and still learning English at a course, I try to be brave. That’s because Ibuku, my firstly English teacher. I though I have to tell you some history of my life. And this is the key of my life. I will tell you everything that happen and happened to me, and anything that I have ever know and knew, also all the things that I founded. And one of them is you, Gadis Siput. Yes, you are. @ In a night, when I was be a patient of Yos Sudarso Hospital, I choose to walking around on the corridor. Someone just make me br...

Buku-buku yang Menggoda: Seorang Kuli Bangunan

Ibu pernah berkata, bahwa Jodie Foster itu sama dengan Nurul Arifin. Setiap filmnya bagus-bagus. Mereka memang pandai bermain peran. Catat. Bukan berakting. Catat. Bukan berbohong. *** Buku-buku itu juga sama," kata ibu. Atau ayah. Atau paman yang kolektor buku. Adik tiri ibu. Mereka semua berkata begitu. *** Paman yang kolektor buku, berkata "Setiap buku harus dijaga, kalau perlu disimpan kembali ke lemari. Museum? Bisa jadi, bisa juga jika: setiap buku yang bertanda-tangan penulisnya, dilelang." Maka aku pun menjaga buku-buku supaya tidak rusak. Namun tanganku kapalan, akulah kuli bangunan yang disebutkan di judul itu. Tiap-tiap pekerjaanku berat. Tak ada yang sanggup di antara keluarga kami. Kata ibu, waktu aku kecil, orang yang disebut adik tiri ibu itu pernah, menemukanku, di suatu tempat. Lebam sana-lebam sini. Biru-membiru-ungu. Tidak. Tidak terlalu ungu. Namun biru. Orang-orang mulai menghebohkanku....

Komik Indonesia

Malam ini aku terpukul sekali, berita ini aku sebarkan karena perasaan bersalah tersebut. Sedih sekali aku, karena hal yang kulakukan ini betapa kelewatan dan sangat tega. Aku menganggap bahwa komik Indonesia hanya berbentuk tiruan kartun atau realis-superhero Amerika atau Jepang, sambil mengingat-ingat Hasmi, R.A Kosasih, Sweta Kartika sambil menyebut-nyebut kalau banyak sekali orang yang bekerja untuk industri komik luar. Aku yang punya alasan utama dalam mengundur kelulusan SMP-ku, yang habis tiga tahun untuk menelusuri dan memproses penciptaan komik asli yang benar-benar khas Indonesia (ditambah ditahan satu tahun sama bu Kepala Sekolah dengan alasan bahwa harus mendewasakan diri, lalu satu tahun dengan hasil ujian IPS yang rendah). Lalu seorang teman di tempat tinggalku di Kulonprogo, yang sedang menempuh pendidikan S2 Penciptaan Videografi ISI Yogyakarta, yang tetap memiliki minat besar kepada seni rupa-- melarangku jadi orang jahat. Jahat karena aku membuat coretan tentang komik...