Langsung ke konten utama

Puella Roris adalah sebuah judul novel yang teramat Puella Roris, dalam dan menyayat jantung Puella Roris. Sehingga Puella Roris barangkali harus dinikmati Puella Roris sampai mati. (Bagian 7)

Rokok membuatku menjadi lemas. Dia nikmat maupun mematikan--

Aku semakin lemah.

Di dunia yang kering ini, aku merasa semakin tua.

***

Gadis Embun Pagi, karena aku sering mengimpikan mencium aroma tubuhnya, kembali seperti dulu, datang.

Dia datang saat hujan.

Mengenakan pakaian kemeja putih-rok abu-abu, menerobos hujan. Melewati pagar putihku.

***

"Velly?" katanya memastikan, lalu bergegas memburu. Datang padaku.

Aku tak siap dengan apa gerangan yang akan terjadi.

Di bawah hujan, langkahnya berderap. Memburuku.

Aku sempat menangkis entahlah apa yang akan datang, tapi kecepatan dan kesadarannya yang sungguh-sungguh--

Menarikku ke dalam hujan.

***

Gadis Itu membuka bajuku, membuangnya dengan cara berantakan, membuka juga celanaku.

Ia, tanpa kusadari sudah setengah telanjang. Aku menjauh karena jijik dengan lemak-lemak di dadanya yang berselemak-peak.

Dia menarikku. Aku tak bisa atau tak sempat apa-apa, dia membenamkan kepalaku ke lemak-lemaknya, yang meski hangat, namun kejam di sisi yang lain.

Terjadilah--

***

Aku tidak ingin denganmu, Gadis Embun Pagi. Kau dengan keegoisan seorang perempuan telah memaksaku menidurimu.

Brengsek!

Sialan! Padahal keperjakaanku kujaga-jaga selama ini hanya untuk mencintai seorang wanita terpilih.

Sayang, kau terlalu mabuk. Kau membaca puisi-puisi yang kulitnya lewat angin, namun bukan untukmu.

Untuk Gadis Ini.

***

Untuk Gadis Ini, aku memperlihatkan kepadamu fotonya di Facebook dan Instagram.

Di datang dari senja.

Senja setelah aku terlelap lalu terbangun untuk ambil air minum di dapur.

Kau, Gadis Itu, malah tertawa terbahak-bahak. Penuh kemenangan. Katamu, Kau perjaka pertamaku. Selama ini, ternyata..-

Aku menamparmu, maafkan. Tapi lebih baik jika kusadarkan dirimu.

Gadis Ini sungguh lebih darimu yang hanya tertarik kepada pria-pria berwajah Korea--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesian People (an etnographic novel)

Indonesian People (an etnographic novel) Emil Reza Maulana Dedicated for Gadis Siput Contents 1.    The 2.    After Word 3.    Is Going On     1. The , If you're disappear from me, it will make a sad for sure. But. If I disappear from this world, who will be sad for me? I’m always thinking about that. Although I still shame to writing this letter, and still learning English at a course, I try to be brave. That’s because Ibuku, my firstly English teacher. I though I have to tell you some history of my life. And this is the key of my life. I will tell you everything that happen and happened to me, and anything that I have ever know and knew, also all the things that I founded. And one of them is you, Gadis Siput. Yes, you are. @ In a night, when I was be a patient of Yos Sudarso Hospital, I choose to walking around on the corridor. Someone just make me br...

Buku-buku yang Menggoda: Seorang Kuli Bangunan

Ibu pernah berkata, bahwa Jodie Foster itu sama dengan Nurul Arifin. Setiap filmnya bagus-bagus. Mereka memang pandai bermain peran. Catat. Bukan berakting. Catat. Bukan berbohong. *** Buku-buku itu juga sama," kata ibu. Atau ayah. Atau paman yang kolektor buku. Adik tiri ibu. Mereka semua berkata begitu. *** Paman yang kolektor buku, berkata "Setiap buku harus dijaga, kalau perlu disimpan kembali ke lemari. Museum? Bisa jadi, bisa juga jika: setiap buku yang bertanda-tangan penulisnya, dilelang." Maka aku pun menjaga buku-buku supaya tidak rusak. Namun tanganku kapalan, akulah kuli bangunan yang disebutkan di judul itu. Tiap-tiap pekerjaanku berat. Tak ada yang sanggup di antara keluarga kami. Kata ibu, waktu aku kecil, orang yang disebut adik tiri ibu itu pernah, menemukanku, di suatu tempat. Lebam sana-lebam sini. Biru-membiru-ungu. Tidak. Tidak terlalu ungu. Namun biru. Orang-orang mulai menghebohkanku....

Komik Indonesia

Malam ini aku terpukul sekali, berita ini aku sebarkan karena perasaan bersalah tersebut. Sedih sekali aku, karena hal yang kulakukan ini betapa kelewatan dan sangat tega. Aku menganggap bahwa komik Indonesia hanya berbentuk tiruan kartun atau realis-superhero Amerika atau Jepang, sambil mengingat-ingat Hasmi, R.A Kosasih, Sweta Kartika sambil menyebut-nyebut kalau banyak sekali orang yang bekerja untuk industri komik luar. Aku yang punya alasan utama dalam mengundur kelulusan SMP-ku, yang habis tiga tahun untuk menelusuri dan memproses penciptaan komik asli yang benar-benar khas Indonesia (ditambah ditahan satu tahun sama bu Kepala Sekolah dengan alasan bahwa harus mendewasakan diri, lalu satu tahun dengan hasil ujian IPS yang rendah). Lalu seorang teman di tempat tinggalku di Kulonprogo, yang sedang menempuh pendidikan S2 Penciptaan Videografi ISI Yogyakarta, yang tetap memiliki minat besar kepada seni rupa-- melarangku jadi orang jahat. Jahat karena aku membuat coretan tentang komik...